Homepage/Cowok Metropolitan Masuk Kampung/
Chapter 16 Memantau
Setelah hari Minggu kemarin mengetahui kalau Wulan sering diganggu oleh pemuda desa, hati Ezra mulai tidak tenang. Kemarin saja saat hendak pulang dari rumah Bu Asita, Ezra kembali memaksa Wulan untuk pulang bersama dirinya. Tapi tidak jadi karena suami Bu Asita mengantar pulang para muridnya itu yang tidak membawa kendaraan.
Pihak sekolah sudah mendengar keresahan para anak gadis yang sering dicegat oleh para pemuda beban masyarakat itu, makanya untuk melindungi para siswanya, rencananya pihak sekolah akan mengadakan mobil jemputan supaya para muridnya datang dan pulang dengan selamat.
Keresahan gara-gara pemuda desa itu bukan hanya dirasakan oleh para murid perempuan, tetapi para murid laki-laki juga karena uang mereka sering habis dipalaki.
"Lo nyampe ke sekolah jam berapa, sih, Min? Kayaknya pas gue datang setengah tujuh gue berasa jadi murid yang telat datang." Ezra duduk di bangkunya. Kepalanya bergerak ke kiri dan kanan, memperhatikan seisi kelasnya yang semua muridnya sudah datang.
"Sekitaran jam enam."
"Pagi banget! Jadi lo berangkatnya jam berapa dari rumah?"
"Sekitar jam lima lebih. Pokoknya pas udah solat subuh langsung siap-siap berangkat ke sekolah."
Jam lima di kampung masih gelap gulita, di sepanjang jalan tidak banyak lampu-lampu seperti di kota. Apalagi ini anak-anak kampung masih banyak yang ke sekolah dengan berjalan kaki. Selain itu jarak dari rumah ke sekolah cukup jauh kurang lebih dua kilometer, juga jalanan yang rusak, tanjakan dan turunan yang curam, serta kiri kanan jalan adalah perkebunan juga pesawahan. Dan satu lagi, suhu udara di kampung cukup dingin sampai menembus ke tulang-tulang. Mereka kuat sekali bangun sepagi itu dan melawan dingin juga cape. Kalau Ezra disuruh ke sekolah dengan berjalan kaki, Ezra lebih baik bolos saja. Ezra tidak kuat berjalan kaki berkilo-kilo meter.
"Lo sering berangkat bareng sama Wulan?"
Emin mengangguk. "Sama yang lainnya juga, kok. Pokoknya anak-anak sekolahan dari SD juga berangkatnya bareng biar aman."
"Emang para aparat desa nggak menindak para biang onar itu?"
"Belum tahu. Kayaknya mereka masih bikin rencana buat meringkus para pemuda itu. Pasti mereka juga takut karena para pemuda itu selalu bawa senjata tajam."
"Gue baru tahu ternyata di kampung juga bisa hidup gak aman kayak gini. Berarti penilaian bokap sama nyokap gue salah."
"Tapi kata emak aku itu mereka baru aja keluar dari penjara gara-gara dulu sering maling pohon, gabah dan ternak warga."
Ezra memegang dagunya. "Kok mereka gak kapok, ya? Gak tobat gitu."
"Otak mereka kayaknya udah rusak." Emin menatap Ezra. "Katanya kamu kemarin ngebonceng Wulan, ya?"
"Iya. Kok lo tahu? Jangan-jangan Wulan cerita ke elo, ya?"
Emin menggeleng. "Nggak. Kemarin aku lihat pas lagi di kebun. Aku pikir yang dibonceng itu Teh Febri."
Omong-omong tentang Wulan, Ezra jadi ingat sesuatu. Melihat jam dinding, masih ada waktu lima belas menit lagi sebelum bel masuk berbunyi, Ezra bangkit dari duduknya kemudian keluar dari kelas.
Diam-diam Emin mengikuti Ezra dan mengintip dari balik pintu kelas. Ternyata Ezra pergi ke kelas X-1, kelasnya Wulan. Kira-kira ada keperluan apa ya Ezra ke sana? Apa Ezra tidak menyadari kalau dirinya sekarang akan memunculkan masalah pada Wulan? Soalnya pacar Ezra ada banyak, pasti mereka akan cemburu dan mulai menyerang Wulan lagi.
Dan ternyata, orang yang ditemui oleh Ezra bukanlah Wulan, melainkan teman sebangkunya yaitu Kemala. Mereka berdua terlihat berbicara serius di depan koridor kelas. Tanpa mereka sadari, sekarang mereka menjadi pusat perhatian. Tapi mereka berdua berbicara tidak lama, paling ada sekitar tiga menitan. Emin buru-buru kembali ke tempat duduknya. Ia sok sibuk dengan buku LKS kesenian yang hampir semua soal di buku tersebut sudah dijawab sampai ke soal esai.
"Abis dari mana? Abis ketemu Teh Febri?" tanya Emin setelah Ezra duduk di bangkunya.
"Kayaknya orang-orang nyangkanya pacar gue cuma si Febri doang, ya?"
"Emangnya kenapa?"
"Soalnya yang sering orang-orang tanyain Febri mulu. Berarti bakat selingkuh gue hebat juga, ya. Gak ada yang tahu."
"Jangan salah, Zra. Orang-orang udah tahu tapi cuma mereka sengaja diam biar gak ada perang dunia ketiga."
***
"Kamu pacaran sama dia, Kem?" tanya Wulan pada Kemala yang baru saja duduk kembali di bangkunya.
"Kamu jangan nuduh sembarangan, Lan."
"Aku bukannya nuduh, aku tuh lagi nanya, tahu!"
Kemala tertawa kecil. "Kenapa kamu nanya? Cemburu, ya?"
Wulan mendelik sebal. "Enak aja! Aku ngomong kayak gini cuma buat ngingetin kamu buat jaga jarak sama dia. Memangnya kamu mau dimusuhi sama orang-orang terus dilabrak dan disindir terus?"
"Ya gak mau, lah."
"Makanya kamu jangan dekat-dekat sama dia."
"Iya deh, iya, yang cemburu. Hihihi...."
Wulan kembali mendelik.
Tiga jam kemudian ketika jam istirahat dan sekarang sudah hampir mau memasuki waktu bel masuk kembali, Wulan heran tidak mendengar atau melihat salah satu dari pacar Ezra yang mendatangi dirinya. Padahal kejadian kemarin saat Wulan berboncengan dengan Ezra sudah menjadi rahasia umum. Ke mana ya kira-kira pacar Ezra yang sering melabrak itu?
***
Pulang sekolah, yang bertugas mengikuti pidato berkumpul dulu di ruang guru, mereka pulang ketika adzan ashar.
Ketika hendak pulang, tiba-tiba ada sebuah mobil pick-up yang terparkir di pinggir gerbang parkiran sekolah. Mobil pick-up tersebut ternyata milik Dandi, yang setelah selalu bermain catur kini menjadi teman dekatnya Ezra.
"Ayo, ayo, naik!" ucap dandi ketika melihat orang-orang itu baru keluar sekolah. "Yang cewek naik di depan bareng gue, tapi cuma bisa dua orang. Yang dua lagi mohon maaf naiknya di belakang sama cowok-cowok. Eitsss, khusus untuk Wulan kamu duduknya di depan," lanjutnya.
Kakak kelas Wulan yang kebagian pidato bahasa Sunda itu langsung menyeret Wulan ke depan mobil. Arni namanya, dia duduk di kelas sebelas IPA-3.
Ezra membunyikan klakson, memberi tanda kalau dirinya akan pulang paling pertama. Motornya sudah melaju jauh, kemudian mobil pick-up Dandi menyusul.
Ketika mengantar mereka pulang, yang paling pertama turun itu kakak kelas kelas sebelas IPS-2, Roni karena rumahnya yang lumayan dekat dengan sekolah. Kemudian Dandi memutar jalan, orang-orang yang dibelakang sempat protes tapi Dandi tidak menggubris sama sekali. Wulan sempat mengernyitkan dahinya ketika Dandi mengantarkan pulang Wulan terlebih dahulu, padahal jarak rumah Wulan itu lumayan jauh, harusnya Dandi mengantar yang dekat dulu.
"Makasih, ya," ucap Wulan sambil turun dari mobil.
Di pekarangan rumah Emin, Wulan melihat motor Ezra terparkir di sana. Tapi Ezra dan Emin tidak ada di luar, sepertinya mereka berdua sedang berada di dalam rumah.
Begitu Wulan masuk ke dalam rumahnya, mobil Dandi langsung pergi dan Ezra keluar dari rumah Emin.
"Gue pulang dulu, ya, Min," ucap Ezra.
Emin hanya mengangguk. Ia samasekali tidak habis pikir kenapa Ezra hanya mampir sebentar untuk memastikan kalau Wulan pulang ke rumah dengan baik-baik saja.
"Oh ya, besok lo jangan lupa ke sekolah naik mobilnya si Dandi. Sekalian ajak Wulan sama adek-adeknya juga. Sekalian juga ajak murid-murid yang sering digangguin sama pemuda-pemuda tukang rusuh itu."
"Kenapa kamu ngelakuin ini, Zra?" tanya Emin bingung lantaran Ezra sangat peduli sekali, padahal Ezra ini bisa dibilang orang baru dan mereka belum begitu dekat erat.
Ezra terdiam sebentar kemudian men-starter motornya. "Gue hanya mau menebus dosa-dosa gue di masa lalu dengan cara berbuat kebaikan dengan sesama. Setelah pindah ke kampung, gue baru sadar kalau gotong royong dan bersikap kekeluargaan itu ternyata sangat penting.... Dah ya, gue cabut dulu."
Emin mengangguk.
Tanpa mereka berdua sadari, Wulan ternyata sedari tadi diam-diam memperhatikan mereka dari balik jendela rumahnya.Download Novelah App
You can read more chapters. You'll find other great stories on Novelah.
Book Comment (51)
Share
Related Chapters
Latest Chapters
the best
06/07
0love this
20/06
0Siok cerita ni
14/06
0View All