Homepage/Cowok Metropolitan Masuk Kampung/
Chapter 21 Reuni Mantan
Motor trail KLX itu berhenti di dekat sebuah batu berukuran cukup besar dengan diameter sekitar 125 sentimeter dan tingginya sekitar dua meter lebih. Ezra melepaskan helm-nya kemudian ia mengambil botol air lalu meminumnya sambil memandang pemandangan pohon dan sawah yang berada di bawah.
Ezra naik ke atas batu tersebut, tapi sebelumnya ia mengucapkan permisi terlebih dahulu. Ezra sekarang jadi mengikuti kebiasaan Emin yang setiap melewati batu atau pohon yang usianya hampir menginjak ratusan tahun dan tempat-tempat yang menurut para penduduk ada penghuninya itu harus mengucapkan permisi. Karena kalau tidak, nanti bisa kesambat.
Sambil menunggu teman-temannya yang masih tertinggal jauh di belakang, Ezra menyalakan kreteknya dan mulai menikmati rassa asap pahit dari lintingan tembakau tersebut.
Beberapa minggu ini, setelah mendapatkan kabar kalau Feodora berpacaran dengan sahabatnya Ezra, Ezra jadi sering melakukan olahraga ekstrim. Diantaranya ialah sekarang, balapan di medan yang terjal. Sudah cukup lama ternyata Ezra tidak gestrack lagi. Terakhir kali Ezra melakukannya yaitu ketika seminggu sebelum malam pergantian tahun baru, sebelum dirinya disergap bersama teman-temannya.
Setelah Ezra dan rombongan selesai beristirahat, mereka kembali melanjutkan perjalanan menuju tempat tujuan selanjutnya.
***
Hari Minggu, tepat pukul dua siang, Ezra turun dari kereta setelah kurang lebih waktu perjalanan enam jam lamanya dari desa ke kota Jakarta ini. Ponsel milik Ezra berdering, ia kemudian mengangkat panggilan masuk tersebut lalu berjalan menuju luar stasiun karena di sana, ada seseorang yang sedang menunggunya.
"Niel!" panggil Ezra, tepat di depan seorang pemuda yang perawakannya mirip sekali dengan Ezra.
Daniel yang menyandarkan tubuhnya pada mobil sedan hitam miliknya itu lalu menegakkan tubuhnya dan meninju lengan Ezra. "Lo kabur gak bilang-bilang," ucapnya.
Ezra hanya tersenyum tipis. Mereka berdua kemudian masuk ke dalam mobil.
Di dalam mobil, mereka mengobrol basa-basi seperti biasa. Mereka banyak membicarakan tentang situasi di kota, dan juga kabar teman-teman Ezra yang masih menjadi status tahanan yang hanya wajib lapor karena mereka semua masih di bawah umur.
"Kita mau ke mana dulu, nih?" tanya Daniel.
"Cari makan dulu. Laper, gue."
"Oke."
Tadinya Daniel hendak membawa Ezra makan di restoran. Tetapi Ezra menolak dan memilih makan di pinggir jalan, di sebuah kedai pedagang kaki lima. Ezra memilih makan pecel lele sebagai pengganjal perutnya yang sudah minta diisi asupan nutrisi.
Daniel syok bukan main lantaran ia tidak bisa percaya kalau Ezra yang dari kalangan atas tidak segan dan merasa asing makan di tempat super biasa seperti itu.
Lima belas menit kemudian, Ezra sudah masuk lagi ke dalam mobil. Daniel menatap temannya itu dengan tidak percaya. "Lo... lo... lo asli beneran abis makan di sana?"
"Emang lo gak punya mata?"
"Maksud gue, Zra, kita ini anak dari kalangan orang kaya, konglomerat. Kita ini gak seharusnya makan di sana, di tempat kumuh kayak gitu. Kita gak level, tahu."
Ezra menatap Daniel dengan pandangan lurus. "Gak level mata lo. Jangan banyak bacot. Di sana sama di restoran makanannya sama aja, yang bedain cuma harganya doang."
"Eh sumpah ya, Zra, hampir empat bulan lo ngilang rasanya beda banget. Gue ngerasa gak kenal sama lo sama sekali. Lo jadi asing banget, Zra."
"Iya asing, soalnya gue jadi orang bule sekarang."
Daniel memarkirkan mobilnya di sebuah tempat golf. Mereka tidak turun, lebih tepatnya mereka mengamati area sekitar, soalnya dalam rencana, mereka akan berbuat tindakan yang lumayan anarkis.
Mata Ezra menangkap sebuah mobil yang amat sangat dikenalinya, mobil sedan hitam BMW keluaran satu tahun yang lalu dan ber-plat nomor gabungan tanggal ulang tahun dan nama sang pemilik. Siapa lagi kalau bukan nama dari sahabat baik Ezra.
Hampir satu jam mereka berdiam diri di dalam mobil, Ezra memutuskan untuk numpang ke toilet. Tapi, baru saja Ezra turun dan berjalan sepuluh langkah dari mobil, langkahnya langsung terhenti ketika melihat dua sejoli sedang berjalan berrangkulan. Melihat Ezra yang hanya berdiri mematung, Daniel buru-buru turun dan juga ikut menghadang dua sejoli itu yang kebetulan mobil milik 'mantan' sahabat Ezra itu terparkir tepat di belakang tubuh Ezra.
"Mesra banget, kalian," ucap Ezra datar. Wajahnya juga tanpa ekspresi seperti air di dalam gelas, tidak ada riak sama sekali.
Dua sejoli itu terlihat terkejut melihat sosok keberadaan Ezra yang sama sekali tidak mereka duga akan muncul di hadapannya.
"Kalian kapan jadiannya? Kok cepet banget? Padahal lo baru putus sama gue empat bulan yang lalu. Kok bisa-bisanya lo cepet banget move on? Atau jangan-jangan, sebelumnya lo, kalian ada main di belakang gue?"
"Lo datang gak diundang, tiba-tiba kayak polisi yang interogasi pelaku. Lo gak usah kepo sama kehidupan gue, deh. Lo sama gue udah gak ada hubungan apa-apa, disebut temen pun gua gak mau ya." Feodora menatap Ezra dengan sengit, begitu mudahnya Feodora mengganti rasa cinta yang tertanam selama bertahun-tahun kini berubah menjadi rasa benci yang mendarah daging.
"Gue cuma nanya, apa salahnya buat dijawab? Gue minta penjelasan."
"Gak ada untungnya buat gue jelasin ke elo tentang kehidupan gue. Minggir sana! Gue mau pulang."
Ezra kini menatap laki-laki yang berada di samping Feodora. "Kalau mantan gue gak mau jawab, lo cowok barunya aja yang jawab. Bisa, kan? Kalau lo gak bisa jawab, berarti lo banci. Ganti jenis kelamin aja lo."
"Kurang ajar!" Pacar Feodora meninju wajah tampan Ezra.
Ezra yang memang sedang lengah dan belum sigap terkena pukulan tersebut. Tak butuh waktu lama, Ezra membalasnya. Mantan sahabatnya ini mungkin sudah lupa kalau Ezra itu jago bela diri. Kalau Ezra niat, mungkin sekarang ia bisa mematahkan beberapa tulang mantan sahabatnya ini, tetapi Daniel buru-buru menahan dan mencegahnya.
Meskipun tidak sampai mematahkan tulang, tetapi Ezra membuat anak orang cukup babak belur. Satpam di tempat tersebut sempat memandang curiga saat melihat keributan di tempat parkir, apalagi mendengar suara Feodora yang menangis ketakutan.
Daniel menyeret Ezra ke dalam mobil sementara mantan sahabatnya itu terduduk lemas sambil memegang bagian tubuhnya yang terasa sakit akibat dihantam oleh Ezra. Begitu mobil Daniel pergi dari tempat golf tersebut, satpam menghampiri Feodora dan terkejut melihat keadaan pacar Feodora yang hampir pingsan tersebut.
"Kejam bener lu sama anak orang," ujar Daniel yang kini memelankan laju mobilnya karena terjebak macet.
"Abisnya dia ngeselin, sih." Ezra menyesap rokoknya dalam-dalam kemudian mengembuskannya kasar. "Ternyata dia masih banci seperti biasa. Gue heran sama cewek itu kenapa lebih milih dia daripada cowok macho."
"Dia trauma sama lo kali."
"Haaah." Ezra membuka resleting tasnya kemudian membuka dompet dan mengeluarkan selembar uang lima ribu lalu memberikannya pada seorang pengamen cilik.
Dua puluh menit kemudian, Daniel sampai di apartemennya. Daniel memang tinggal sendiri karena katanya ia ingin hidup mandiri, padahal aslinya ia malas hidup dengan keluarga barunya. Orang tua Daniel memang bercerai sejak tiga tahun lalu dan sekarang di rumahnya ditempati oleh ibu tiri dan empat adik tirinya termasuk ayah Daniel sendiri. Daniel tidak mau ikut dengan ibu kandungnya karena harus tinggal di luar kota.
Sambil menunggu Ezra selesai mandi, Daniel iseng membuka dompet Ezra, tadi saat di mobil ia sekilas melihat sebuah foto yang membuat dirinya penasaran.
"Ceweknya kah?" komentar Daniel.
Meskipun hanya melihat dari foto, Daniel tahu kalau foto gadis yang disimpan di dompet Ezra itu adalah orang kampung karena dilihat dari gaya berpakaian dan dandanannya yang masih alami, tidak menor seperti gaya make-up kota, atau aslinya gadis itu tidak memakai make-up sama sekali karena wajahnya terlihat bersih natural.
Daniel tersenyum kecil. Mungkin gadis ini yang membuat sedikit perubahan dalam kehidupan Ezra. Buktinya saja tadi Ezra makan di tempat yang sederhana, kemudian memberikan uang pada pengamen dan membantu orang tua lanjut usia untuk menyebrangi jalan, memberikan tumpangan pada ibu hamil dan kebaikan lainnya yang tidak pernah Ezra lakukan sebelumnya. Ezra yang sombong dan banyak gaya kini sudah hilang dalam kurun waktu kurang dari setengah tahun. Hebat sekali orang yang bisa merubah Ezra menjadi orang yang rendah hati dan suka menolong itu.Download Novelah App
You can read more chapters. You'll find other great stories on Novelah.
Book Comment (51)
Share
End
Recommendations for you
the best
06/07
0love this
20/06
0Siok cerita ni
14/06
0View All