Homepage/Cowok Metropolitan Masuk Kampung/
Chapter 5 Berasa Jadi Seleb Dadakan
Terhitung sudah tiga hari Ezra bersekolah di SMA Wilalung, selama itu pula Ezra menjadi sorotan dan pusat perhatian orang-orang. Kelas Ezra juga sering dikunjungi oleh murid-murid dari kelas lain, termasuk murid kelas sebelas dan kelas dua belas yang tidak mau ketinggalan. Paling banyak yang datang, sih, para murid perempuan. Mereka tergila-gila dengan ketampanan dan pesona dari anak Jakarta yang tentunya keren abis.
Bagi mereka, kedatangan murid baru dari kota yang bertampang rupawan, tajir melintir, keren dan wangi yang tidak jauh berbeda dengan model itu bagaikan ketiban durian runtuh. Fenomena langka ini hanya terjadi selama seratus tahun sekali. Pokoknya Ezra mendadak menjadi aset negara bagi mereka.
Ezra senang, sih, dapat para penggemar, soalnya di sekolahnya yang dulu, Ezra juga termasuk sebagai murid yang populer. Kalau murid-murid di SMA Wilalung tahu kalau selain berwajah tampan, Ezra ini termasuk yang berotak encer juga, pasti mereka akan makin tergila-gila pada Ezra daan semakin mendewakannya.
Tapi sayangnya, ada satu hal yang membuat Ezra sedikit cemas, yaitu jika mereka tahu kalau Ezra setiap hari selalu mandi di empang atau menimba air di sumur, bisa-bisa citranya sebagai cowok cool hilang seketika. Soalnya mana ada, sih, cowok kece bin keren seperti artis mandi masih seperti jaman jadoel itu? Bisa-bisa hal tersebut dijadikan senjata oleh orang-orang yang tidak menyukai kepopulerannya.
Mulai sekarang, Ezra harus mengamati sekitar rumah Mang Dasa, siapa tahu ada anak seumuran dirinya yang rumahnya tidak jauh dari rumah Mang Dasa. Ia juga harus ekstra hati-hati jika akan mandi di empang, takutnya nanti ia tertangkap basah dan menjadi bahan gosip di sekolah.
Gengsi, dong! Masa ganteng-ganteng mandi di empang. Gak elite banget!
Hari keempat dan kelima, Ezra tiba-tiba ditantang oleh kakak kelasnya dari kelas sebelas dan dua belas untuk berduel. Duelnya tidak yang membahayakan dan macam-macam, hanya duel berolahraga saja, satu lawan satu. Tadinya, sih, mau keroyokan, tapi karena tidak adil dan melanggar fair play, terjadilah duel satu lawan satu selama dua hari berturut-turut di jam istirahat.
Entah ini memang tantangan karena mereka tidak menyukai Ezra karena kepopuleran Ezra yang melejit mengalahkan mereka, atau ini sebagai tanda kekuasaan mereka. Maklumlah, namanya juga senior, mungkin ini sebagai tanda selamat datang atau hitung-hitung ospek susulan?
Ezra tidak menyangka kalau sekolah di kampung juga ada sistem senioritas begini. Ia kira hanya di kota saja. Ternyata di setiap sekolah di seluruh Indonesia begini juga.
Hari pertama Ezra ditantang duel basket. Itu permintaan Ezra, soalnya tadinya mau duel main futsal. Tapi karena penantang Ezra lumayan banyak, makanya dibuat dua sesi pertandingan supaya permainan Ezra tidak terbaca.
Karena di kampung jarang ada yang bermain basket, dribeling bola saja lumayan kacau, Ezra yang selalu menjadi pemenang dengan skor telak.
Di hari selanjutnya, Ezra ditantang duel main futsal, tentunya masih dengan satu lawan satu, di pertandingan ini juga Ezra menang dengan skor telak.
Para penggemar Ezra semakin tergila-gila pada Ezra yang sungguh sangat keren bisa mengalahkan para seniornya.
"Keren juga, lo!" ucap senior yang baru saja ia kalahkan. Dengan berjabat tangan, mereka sudah membuat aliansi, jadi Ezra bisa bergabung dengan kelompoknya.
Ezra tersenyum simpul. Sebenarnya Ezra ingin ketawa sendiri mendengar anak-anak kampung itu menggunakan panggilan gaul lo-gue. Karena terlihat sekali sangat dipaksakan dan masih kaku, jatuhnya malah tidak keren sama sekali.
Para penggemar Ezra mulai mengikuti langkah kaki Ezra yang hendak pergi ke warung belakang. Mereka mulai memberikan Ezra berbagai macam jenis makanan dan minuman kemasan botol.
Emin yang menjadi asisten dadakan dari Ezra itu mengambil satu persatu pemberian dari penggemar Ezra itu lalu memasukkannya ke dalam kantong plastik.
Awal Ezra diberikan berbagai macam barang dan jenis yang lain, Ezra selalu berniat untuk membuangnya, tapi hal itu selalu dicegah oleh Emin. Emin bilang tidak baik membuang pemberian dari orang lain, kalau Ezra tidak mau, tinggal diberikan pada orang rumah, tapi kalau tidak mau dibawa pulang ya berikan saja pada Emin, daripada mubazir.
"Ambil makanan yang lo mau, sisanya kasih ke mereka," ucap Ezra.
Senior-senior yang kalah dalam pertandingan itu bersorak kegirangan ketika mendapatkan makanan gratis. Memang anak kota yang satu ini tidak sombong ya meskipun gayanya cukup arogan ternyata masih punya hati juga.
Ezra menyalakan pemantik api kemudian menghirup rokok yang harganya cukup mahal dan bikin ngiler teman-temannya. Kini Ezra sedang berduel catur dengan Dendi, si juara catur sejak dari bangku sekolah dasar. Karena dua bulan lagi ada pertandingan, makanya Dendi sedang intens latihan jika sudah pulang sekolah, melawan Pak Ahmad guru fisika kelas sebelas.
Bermain catur seperti ini mengingatkan Ezra ketika di sekolah lamanya dulu. Sebenarnya ia dan teman-temannya sering merokok di area sekolah dengan cara sembunyi-sembunyi di gudang kadang di tempat parkir mobil yang tidak terjangkau oleh CCTV. Mereka juga setiap merokok selalu melepaskan kemeja seragamnya supaya tidak bau asap. Benar-benar bernostalgia.
"Kalah lagi, kalah lagi!" Dendi mengusap-usap wajahnya. Ini kekalahan ketiganya dari lima pertandingan melawan Ezra.
"Besok kita main lagi. Gue sekarang mau ke kelas dulu. Yuk, Min!"
Emin mengikuti langkah Ezra. Karena sebentar lagi bel masuk dan Ezra tidak mau citra sebagai murid baru rusak gara-gara masuk terlambat, makanya setiap dua menit sebelum bel ia akan segera pergi ke kelasnya.
"Hai, Ezra!" Beberapa murid-murid perempuan menyapa Ezra di sepanjang perjalanan menuju kelas.
Ezra seketika langsung tebar pesona supaya nanti malam mereka bermimpi indah karena disenyumi oleh Ezra, sang Casanova dan primadona sekolah.
"Min, lo punya nomor hape Dira anak kelas sebelah atau nomor kakak kelas yang sering centil ke gue gak?"
"Nggak, Zra. Aku gak punya." Jelas saja Emin tidak punya nomor cewek-cewek hits di sekolahnya, soalnya Emin ini murid yang tidak terkenal meskipun sering langganan juara, tapi karena tidak mempunyai pesona dan karisma, makanya Emin tenggelam seperti buku tebal yang membosankan dan tidak pernah mau dibaca oleh orang-orang.
Orang-orang baru mengenal Emin semenjak Ezra ke mana-mana selalu bersama murid kutu buku itu. Makanya Emin merasa senang bergaul dengan Ezra, karena terciprat kepopuleran Ezra meskipun secuil, Emin juga selalu ketiban rejeki dengan mendapatkan makanan dari para penggemar Ezra.
"Kamu ada naksir sama mereka?" tanya Emin.
Kalau dibilang naksir ya nggak juga, Ezra hanya tertarik saja dan ingin main-main dengan mereka sebagai mengusir kebosanan. Apalagi beberapa minggu ini ponselnya sangat sepi, baru putus dari pacar juga, makanya Ezra sedang mencari pelarian. Mumpung lagi jomblo, tidak apa-apa, dong, kalau Ezra menarik ulur perasaan orang lain? Kalau ada yang sampai terbawa perasaan ya itu bukan salahnya, soalnya dari awal Ezra memang tidak ingin memberikan kepastian pada para calon penghuni kos-kosan HP-nya itu.
"Cuma penasaran aja, segampang apa sih mereka buat bisa gue taklukin."
"Kamu jangan macam-macam sama Teh Juliani, dia itu pacarnya Kak Aziz, pradana di sekolah kita."
"Pradana?"
Emin mengangguk. "Iya, kalau di OSIS ketua, nah di pramuka namanya pradana."
"Oh." Ezra mengangguk mengerti meskipun ia tidak tahu yang namanya Juliani itu yang mana.
Sepertinya Ezra harus menyurvei lagi nama-nama murid perempuan yang menunjukkan keagresifan kepada dirinya.
Mata Ezra menatap lurus ke arah murid perempuan di depannya yang tadi baru saja keluar dari perpustakaan. Ezra sangat tahu siapa murid perempuan itu, cewek yang tidak pernah menatap Ezra dengan penuh kekaguman. Bukannya cewek itu sok jual mahal, tapi ini asli kalau cewek itu terlihat tidak peduli pada Ezra, bukan hanya pada Ezra saja, tapi pada setiap lelaki yang mendekatinya cewek itu selalu berubah jutek dan dingin bagai gunung es di kutub.
"Lo tahu siapa nama cewek itu?"
"Yang mana?"
Ezra menunjuk orang yang dimaksud.
"Oh itu namanya Wulan, dia kelas X-1."
"Lo punya nomor hape dia gak?"
Emin mengerutkan kening, heran kenapa tiba-tiba Ezra meminta nomor ponsel Wulan. Atau jangan-jangan, Ezra sebenarnya juga tertarik pada Wulan dan menargetkannya sebagai mangsa berikutnya?Download Novelah App
You can read more chapters. You'll find other great stories on Novelah.
Book Comment (51)
Share
Related Chapters
Latest Chapters
the best
06/07
0love this
20/06
0Siok cerita ni
14/06
0View All